http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/issue/feedProsiding Nasional2019-12-16T09:00:25+00:00Open Journal Systems<p>Media penerbitan prosiding seminar nasional, workshop, lokakarya dan kegiatan ilmiah lainnya</p>http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/347Cover, Kata Pengantar dan Daftar Isi2019-12-16T08:59:37+00:00Panitia Pelaksanaulakan82@gmail.com<p><strong>Panitia Konferensi Nasional & <em>Steering Committee</em>:</strong></p> <p>Ketua : Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si</p> <p>Sekretaris : I Gusti Made Widya Sena, S.Ag., M.Fil.H</p> <p>Anggota :</p> <p>Eko Widiningsih, S.Pd.H., M.Pd.</p> <p>Ni Komang Rina Safitri, S.Pd.B</p> <p>Ni Luh Ketut Alit Wahyuni Widiathi, SE</p> <p> </p> <p><strong>Penulis: </strong>Pemakalah Konferensi SABADA</p> <p> </p> <p><strong>Reviewer: </strong></p> <p>Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A</p> <p>Dr. I Nyoman Yoga Segara, S.Ag., M.Hum</p> <p>Dr. Drs. Made Redana, M.Si.</p> <p>Dr. Drs. I Ketut Tanu, M.Si.</p> <p>Dr. Ni Putu Winanti, S.Ag., M.Pd</p> <p> </p> <p><strong>Editor: </strong>Dr. I Gede Suwantana, M.Ag</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/322Literasi Kebudayaan Melalui Media Sosial 2019-12-16T05:37:09+00:00Sutrisna Wibawatrisnagb@uny.ac.id<p>Arus modernitas saat ini tidak bisa dibendung, terutama dalam bidang teknologi informasi yang berdampak pada segala aspek kehidupan, tidak terkecuali interaksi sosial. Oleh sebab itu, kini semakin banyak alat penunjang untuk berkomuniasi dan berinteraksi sosial, seperti <em>whatsapp, line,</em> dan tentunya media sosial (medsos). Medsos tidak hanya sebagai wahana komunikasi dan silaturahim, tetapi juga sebagai sarana informasi. Sebelumnya, informasi mengenai budaya tradisional diaggap sebagai sesuatu yang kolot, tidak disukai dan banyak ditinggalkan. Padahal jika dikemas dan disajikan infromasinya secara menarik, maka akan banyak yang ingin mempelajarinya. Media sosial di sini berperan sebagai media penyampai informasi. Melalui media sosial generasi muda bisa belajar literasi kebudayaan. Kini mulai banyak akun-akun di media sosial, khususnya <em>Instagram</em> yang melakukan hal tersebut. Oleh sebab itu kajian ini diadakan untuk melihat sejauh mana literasi kebudayaan di media sosial dilakukan. Melalui metode deskiptif analitik dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan dokumentasi diperoleh kesimpulan bahwa literasi kebudayaan melalui media sosial sangat efektif dalam menyanpaikan informasi dan banyak diminati oleh generasi milenial</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/323Tiga Pendekatan Estetika Dan Moral Etik: Proyeksi Interpretasi Ikonografis Relief Yeh Pulu2019-12-16T05:43:33+00:00I Wayan ‘Kun’ Adnyanasantir.jiwa@gmail.com<p>Artikel ini merupakan penelitian terapan bertujuan untuk menemukan konsep estetika yang dijadikan basis penciptaan seni lukis kontemporer. Keberadaan relief Yeh Pulu belum banyak dieksplorasi berdasar kajian visual, oleh karena itu kajian ini menggunakan teori ikonologi Panofsky. Interpretasi ikonografis (ikonologi) menemukan konsep metafora dengan tiga pendekatan estetika (pembingkaian ulang (<em>reframing</em>), perombakan (<em>recasting</em>), dan pemindahan ke ruang atau lokus global kontemporer (<em>globalizing</em>). Konsep estetika ini bahkan dapat disebut sebagai hasil dari interpretasi pasca-ikonografis, karena pemaknaan disusun berdasarkan relasi makna intrinsik dan ekstrinsik. Setiap adegan/plot merupakan metafora visual yang tersusun atas kesatuan unsur simbol, motif, dan alegori. Kesatuan ketiga pendekatan estetika tersebut menunjuk prinsip keutuhan yang mengandung moral etik: karakter kerja keras, pengorbanan, dan kemuliaan dalam bingkai multinarasi roman kepahlawanan sehari-hari orang-orang biasa.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/324Tafsir Sastra Secara Transdisipliner: Perspektif Botani Sastra2019-12-16T07:15:34+00:00Suwardi Endraswaraulakan82@gmail.com<p>Religi selalu ada dalam diri manusia. Setiap etnik sering memiliki religi mayor dan minor. Setiap religi hamper terkait dengan budaya. Di Jawa, terdapat agama lokal (kepercayaan) yang berbaur unik dengan agama resmi. Beragam religi local dan agama resmi sering mewarnai kehidupan sastra. Maka di Jawa ada karya-karya sastra Hindu-Jawa dan Islam-Jawa. Karya-karya Hindu-Jawa biasanya lahir sebelum jaman Majapahit, seperti <em>Baratayuda, Nawaruci, Lara Jonggrang, Damarwulan</em>, dan sebagainya. Adapun yang berupa Islam-Jawa berbentuk suluk, seperti <em>Gatholoco, Wirid Hidayat Jati, Suluk Malang Sumirang,</em> dan sebagainya.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/325Pemertahan Bahasa Bali Dan Konsep Tri Hita Karana Dalam Struktur Pemerintahan Tradisional Ulu-Apad Di Desa Sukawana Desa Pakraman Sukawana2019-12-16T07:19:03+00:00Gek Diah Desi Sentanadesi_sentana@ihdn.ac.idPaya Widiatapayawidata40@gmail.com<p>Desa-Desa Tua di Bali (<em>Bali Aga</em>) selain mengikuti sistem pemerintahan yang berlaku secara resmi Indonesia, juga masih mempertahankan sistem pemerintahan tradisional yang mereka miliki. Sistem pemerintahan tradisonal tetap mereka gunakan untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan adat, dan berkaitan juga dengan prosesi ritual di Desa Bali Aga khususnya Desa Sukawana. Masyarakat Desa Sukawana tentunya sangat bangga karena terlahir dengan keberagaman budaya mereka miliki tersebut. Sistem “<em>ulu apad</em>” itulah sebutan untuk sistem pemerintahan tradisional yang menggunakan kekerabatan secara adil dan mampu menyejahterakan masyarakat di Desa Sukawana, Kabupaten Bangli. Mencapai posisi utama dalam sistem pemerintahan <em>Ulu-Apad</em> tidaklah mudah, tetapi harus melalui beberapa tahapan, diantaranya harus melangsungkan upacara <em>Mapiuning Menek Madesa</em> dan akhirnya tercatat sebagai anggota <em>Krama Pamugbung</em> dengan urutan mulai dari posisi paling bawah, hingga akhirnya jika ada Krama yang keluar maka secara otomatis urutan akan naik, maka disini terlihat bagaimanaperubahan struktur itu terjadi. Fungsi Sistem Pemerintahan <em>Ulu-Apad</em> terhadap pemertahanan konsep <em>Tri Hita Karana</em> telah berjalan sesuai posisi masing-masing, dimana <em>Jero Kubayan</em> bertindak di bidang <em>Parahyangan,Jero Pengelanan</em> bertindak di bidang <em>Pawongan</em>, dan <em>Jero Mekel</em> bertindak di bidang <em>Palemahan</em>.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/326Pengembangan Karakter Kepedulian Terhadap Lingkungan Melalui Tumpek Wariga Kearipan Lokal Bali2019-12-16T07:22:29+00:00Ni Nyoman Perniulakan82@gmail.comI Nyoman Subagiaulakan82@gmail.com<p> Bali terkenal bukan semata-mata karena kemolekan pemandangannya . Keterpesonaan orang akan pulau Bali ini lebih kepada budaya dan adat istiadatnya. Sanjungan terhadap Bali, terutama karena Bali dianggap mampu mempertahankan budaya dan adat istihadat yang dimiliki karena budaya dan adat istiadat menjadi roh ketertarikan orang pada Bali, sudah sepatutnya orang Bali senantiasa menjaga agar segala yang baik dari budaya dan adat istiadat itu dijaga, agar tetap eksis dan tetap menjadi kebanggaan yang mensejahterakan. Agama Hindu memberi nafas terhadap budaya dan adat istiadat Bali. Atau sebaliknya budaya dan adat istiadat justru mempengaruhi dan memberi warna terhadap pelaksanaan agama Hindu di Bali.Semua dilaksanakan dengan tulus dan ikhlas. Upacara itu menggunakan upakara yang disebut banten. Karena keikhlasan melaksanakan upacara itulah yang sejatinya merupakan ungkapan bersyukur kepada <em>Ida Sang Hyang Widhi Wasa</em>. Bali mempunyai taksu (charisma) yang membuat orang takjub, kemudian terpikat. Bali memang tidak bisa terlepas dari upacara persembahan( Wiana 2004). Upacara keagamaan yang dilakukan mestinya didasari ketulusiklasan dari pelaksanaannya, oleh karenanya upacara keagamaan di Bali dikenal dengan sebutan yajna, yaitu persembahan kehadapan Hyang Widhi Wasa. Dasar pelaksanaan yajna adalah karena manusia sejatinya mempunyai tiga hutang yang dikenal dengan Tri Rna Hutang pada kontek ini tidak dapat disamakan dengan dengan hutang pada kehidupan nyata sehari-hari. Hutang pada konteks yajna lebih kepada makna bersyukur kepada Tuhan atas segala yang diciptakannya.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/327Konservasi Lontar2019-12-16T07:24:48+00:00Anak Agung Gde Alit Geriaaaalitgria63@gmail.com<p>Bali adalah gudang penyimpanan lontar atau identik dengan filologi alam. Sejak adanya budaya lontar, Bali telah aktif dalam produksi lontar, yakni dari mengelola rontal siap tulis hingga lontar siap baca. Menyalin ke rontal baru terus dilakukan hingga kini. Betapa tinggi loyalitas orang Bali terhadap budaya lontar yang sarat akan pelbagai ajaran <em>adiluhung</em> dan segala aspek kehidupan keseharian. Namun, usaha untuk perawatan atau konservasi secara fisik belum dilakukan secara maksimal. Dilakukan setiap enam bulan, ketika pekan <em>Saraswati</em> tiba. Kegiatan membaca lontar atau <em>ngalembar</em>, secara tidak disadari telah melakukan konservasi terhadap fisik lontar, walau sifatnya sangat sederhana. Tradisi budaya tulis menulis di atas rontal di Bali telah berlangsung sejak zaman silam. Ribuan lontar di Bali, ditulis di atas daun <em>tal</em> dengan sistem pemeliharaan yang sangat sederhana sebelum mendapat sentuhan teori filologi dan kodikologi. Sejumlah teks lontar menyebut istilah <em>tal</em> atau rontal sebagai bahan tulis ampuh dan tahan lama. Dalam perspektif budaya dan masyarakat Bali sastra (baca: lontar) lebih dipandang sebagai suatu yang suci, arkais, dan sakral-religius. Dengan kata lain, seorang yang akan menggeluti dunia lontar, dituntut memiliki pengetahuan moral-spritual dan religius yang memadai serta harus disucikan secara lahir batin. Banyak lontar telah berusia tua dalam kondisi yang memprihatinkan, seperti pelapukan, berlubang-lubang, retak-retak, patah-patah, sisi tidak merata, dan sebagainya. Karenanya, usaha penyelamatan warisan lontar seperti itu sangat perlu dilakukan konservasi. Kegiatan ini menitikberatkan pada pembersihan secara fisik, reparasi, restorasi, penataan, dan penyimpanan. Pekerjaan ini mesti dilakukan dengan tekun, hati-hati serta membutuhkan pengalaman dan latihan yang intensif. Seorang konservator mesti berjiwa besar, seni, berperasaan halus, paham akan estetika, dan memiliki loyalitas tinggi terhadap warisan budaya bangsa.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/328Pembelajaran Sastra Berbasis Karakter2019-12-16T07:28:08+00:00Jafar Lantowajafar_lantowa@yahoo.com<p>Pembelajaran sastra menjadi sarana dalam pembentukan karakter siswa. Hal ini sesuai dengan harapan kurikulum 2013 yang lebih mengedepankan aspek sikap dalam pembentukan karakter siswa. Pembelajaran sastra harus lebih mengutamakan pada pembentukan karakter dengan memilih karya sastra yang mengandung nilai-nilai positif yang dapat diinternalisasi dalam kepribadian siswa. Pemanfaatan karya sastra secara reseptif sebagai media pendidikan karakter dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu: (1) pemilihan bahan ajar, dan (2) pengelolaan proses pembelajaran. Selain itu, dalam pembelajaran sastra berbasis karakter, guru harus memilih pilar-pilar karakter dengan memadukan topik-topik yang akan dibahas dalam karya sastra, misalnya, dalam pembahasan sastra akan dibicarakan tentang tema atau amanat, maka guru bisa memilih pilar, ketuhanan, tanggung jawab, kejujuran, dan sebagainya kemudian guru memadukan tema-tema karya sastra yang bernuansa pilar-pilar karakter tersebut. Demikian pula jika akan membahas unsur intrinsik yang lain atau ekstrinsik guru sudah mempunyai ancangan pilar karakter apa yang hendak ditanamkan. Dengan demikian, harapan pemerintah dalam membentuk karakter anak bangsa dapat terealisasi melalui pembelajaran sastra berbasis karakter.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/329Perubahan Tekanan Dan Panjang Bunyi Vokal Oleh Penutur Desa Adat Kelan Kuta2019-12-16T07:33:37+00:00I Made Dian Saputraulakan82@gmail.com<p>Fonologi merupakan sebuah studi yang khusus meneliti bunyi. Untuk menganalisis sebuah perubahan bunyi ditempuh dengan aturan foonologi yang menyangkut proses fonologi dan reprsentasi dasar.proses yang digunakan dalam tulisan ini adalah asimilasi dalam proses fonologi khususnya perubahan tekanan dan panjang pada bunyi vokal yang diucapkan oleh penitir desa Kelan. Teori yang digunakan adalah dari Sanford berjudul <em>Generative Phonology. </em>Pengumpulan data melalui teknik simak dan mencatat kata-kata yang memepresentasikan tekanan dan pemanjangan bunyi. Analisis dilanjtkan dengan menempuh tiga aturan yakni proses fonologis, kidah fonologis, serta reprsentasi dasar. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa vokal yang diucapkan oleh penutur dari desa adat Kelan mengalami perubahan tekanan dan panjang bunyi bila berada pada silabel penultimate dan di akhir kata baik di akhir kata tersebut diikuti oleh konsonan maupun tidak.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/330Aspek Religius Dalam Antologi Guritan Wirid Wulangruh Karya Nyitno Munajat Serta Relevansinya Sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Jawa Di Sekolah2019-12-16T08:30:36+00:00Ucik Fuadhiyahucikfuadhiyah@mail.unnes.ac.idAgus Yuwonoucikfuadhiyah@mail.unnes.ac.idPipin Kurnianiucikfuadhiyah@mail.unnes.ac.id<p>Geguritan (puisi Jawa) sebagai salah satu bentuk karya sastra memuatnilai-nilaiyang dapat diajarkan sebagai salah satu materi pembelajaran sastra di sekolah.Salah satunya nilai atau aspek religius. Penelitianini bermaksud menganalisis aspek religius yang terkandung dalam antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat. Rumusan masalah penelitian ini adalah 1) apasajakah aspek religius yang terkandung dalam antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat?, 2) apakah aspek religius yang terkandung dalam antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat relevan untuk materi pembelajaran Bahasa Jawa SMA? Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) mendiskripsikan aspek religius yang terkandung dalam antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat, 2) mengungkapkan apakah aspek religius yang terkandung dalam antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat relevan untuk materi pembelajaran Bahasa Jawa SMA.Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif. Objek penelitian ini adalah 22 judul <em>geguritan </em>dalam antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat<em>. </em>Hasil penelitian diketahui bahwa<em>geguritan</em>-geguritan dalam buku antologi ini mengandung empat aspek religius, yaitu keyakinan adanya kekuatan gaib, sistem keyakinan, respons yang bersifat emosional dari manusia, dan paham adanya yang kudus (<em>sacred</em>) dan suci. Berdasarkan hasil penelitian antologi <em>guritan Wirid Wulangruh</em> karya Nyitno Munajat dapat direlevansikan pada kelas XII semester 1 (satu) dalam KD 3.2 Menelaah teks <em>geguritan </em>dan 4.2 menulis <em>geguritan </em>dan membacanya. </p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/331Pembentukan Karakter Melalui Budaya ‘Mopolihu Lo Limu’2019-12-16T07:40:50+00:00Sance A. Lamususancelamusu@yahoo.com<p>Suku Gorontalo merupakan satu komunitas etnis yang memiliki budaya sebagai identitas diri yang diaktualisasikan melalui sendi-sendi kehidupannya, antara lain adalah pelaksanaan upacara-upacara adat seperti: <em>Pohutu Aadati L</em><em>ihu Lo Limu </em>‘Upacara Adat Mandi Lemon’ atau <em>Mopolihu Lo Limu</em>. Prosespelaksanaan <em>Pohutu Aadati Lihu Lo Limu </em>‘Upacara Adat Mandi Lemon’ atau <em>Mopolihu Lo Limu</em>harus disertai dengan perangkat dan benda-benda budayanya.Budaya <em>mopolihu lo limu </em>terkandung pembentukan karakter anak, karena perangkat budaya yang digunakan dipilihlah tumbuh-tumbuhan yang memiliki nilai didik, antara lain padi dan jagung. Pembentukan karakter adalah salah satu usaha penyempurnaan diri ke arah hidup yang lebih baik. Karakter yang ditemukan kejujuran, kebenaran, bertanggung jawab, berlaku sopan, berakhlakul qarimah, kesadaran, pengendalian diri, kesucian, tolong-menolong, berhati nurani, kekuatan, kegigihan, mampu membedakan hal yang baik dan buruk, dan peduli lingkungan.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/332Bahasa Daerah Dalam Persatuan Bangsa2019-12-16T07:43:55+00:00I Nyoman Temon Astawatemonastawa@gmail.com<p>Suatu negara memiliki bahasa nasional yang berfungsi sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang berbeda-beda. Begitu pula dengan bahasa daerah berfungsi sangat penting bagi kelangsungan kehidupan suatu kebudayaan daerah tertentu. Diperlukan usaha yang keras dari semua pihak dalam memvitalkan kembali peran dari bahasa daerah sebagai bahasa asli daerah setempat. Tanggung jawab ini tidak bisa hanya diserahkan begitu saja kepada pemerintah lewat dewan bahasa atau apapun. Akan tetapi, semua pihak mulai dari lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan daerah setempat untuk bisa mempertahankan kearifan lokal berupa bahasa daerah tersebut.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/333Aktivitas Tradisi Mabebasan Umat Hindu (Suatu Tinjauan Etis Dan Estetis)2019-12-16T07:46:14+00:00I Wayan Sugitaulakan82@gmail.com<p><em>The mebebasan tradition is a social activity of Balinese people that aims at discovering the hidden potentials so that the meaning and values within can be reyealed. The meaning and values will be used as a guide in. social life. Likewise people who engage in these mebebasan actiyities may appreciate the literary works by reading, singing, translating and discussing their philosophicalvalues. The activity of mebebasan tradition contains ethical value that is reflected in building the human character and developing the sense of respect. This activity also can create social harmony so that mind can be directed toward the purity in order to improve sraddha (faith) and bhakti (devotion) to Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Moreover it contains aesthetical value that is applied by literature and thither in developing aesthetical expression so that it can be used as a mean of communication through the ages. This activity is also a form of cultural conservation that is inherited by the former generation used as a guide to life in society.</em></p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/334Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Dalam Tradisi Bulu Geles2019-12-16T07:49:55+00:00I Gusti Ngurah Agungigustingurahagung08@gmail.comNi Luh Putu Surya Dewiigustingurahagung08@gmail.comKadek Aria Prima Dewi PFprimadewipf@ihdn.ac.id<p>Artikel ini ingin menguraikan nilai pendidikan karakter bangsa dalam tradisi <em>bulu geles</em> di desa Tambakan. Tradisi ini merupakan kearifan lokal desa Tambakan yang bersumber pada Mitos Sapi di desa Tambakan. Masyarakat Desa Tambakan percaya dengan melaksanakan tradisi ini maka alam lingkungannya akan terjaga dan terhindar dari bencana. Keyakinan ini menjadi sebuah motivasi dan membentuk masyarakat desa Tambakan menjadi masyarakat yang religious, mencintai alam sekitar dan memiliki semangat gotong royong yang tinggi. Inilah menjadi bukti bahwa tradisi <em>bulu geles</em> mengandung nilai-nilai pendidikan yang mampu membentuk karakter masyarakat desa Tambakan. Nilai-nilai tersebut menjadi sangat penting untuk digali dan dipublikasikan agar masyarakat mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam tradisi <em>bulu geles</em> di Desa Tambakan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan konsentrasi pada nilai pendidikan karakter bangsa yang menggunakan metode analisis isi pada tradisi <em>bulu geles</em> di desa Tambakan.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/335Paradigma Satua Pan Balang Tamak Sebagai Pandangan Nilai Sosial Di Era Revolusi 4.02019-12-16T07:54:17+00:00I Wayan Adi Diana Putraadidianaputra12@gmail.comI Putu Suartikaviantika.st@gmail.comI Nengah Duijanengahduija@yahoo.com<p>Suatu daerah dapat terkenal sampai ke manca negara karena budaya yang dimiliki oleh daerah tersebut. Indonesia pada dasarnya memiliki beraneka ragam kebudayaan yaitu kebudayaan etnik (berdasarkan golongan), kebudayaan asing, dan juga ada kebudayaan nasional. Budaya yang merupakan warisan dari leluhur dengan kandungan nilai adi luhung dan coraknya yang memiliki daya tarik serta keunikan tersendiri. Lokal genius yang sangat berperan penting di dalam penentuan kebudayaan setempat yang akan menjadikan budaya tersebut semakin memiliki corak warna yang sangat memukau di kancah lokal maupun Internasional. Corak tersebut dipengaruhi oleh lahirnya sastrawan-sastrawan yang menciptakan berbagai karya yang mengilhami secara fundamental. Pandangan masyarakat tentang apa yang menurut mereka akan dijadikan sebagai gambaran secara objek diatas subyek pandangan tersebut di era yang sangat cemerlang sebagai pandangan nilai politik di era revolusi 4.0 yang dipandang sebagai jembatan perubahan kultur pola pikir masyarakat yang dikaitkan dengan satua Pan Balang Tamak.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/336Literasi Humanistik Dalam Tradisi Ngaroangin2019-12-16T07:59:27+00:00I Komang Endi Saputrakomangendisaputra@gmail.comGede Yuli Sutrawangdyulisutrawan@gmail.comKadek Aria Prima Dewi PFprimadewipf@ihdn.ac.idI Wayan Sugitawayansugita2@gmail.com<p>Artikel ini menguraikan tentang tradisi ngaroangin yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan atau mempererat hubungan antar kelompok maupun individu dalam masyarakat revolusi industri 4.0. Tradisi Ngaroangin merupakan tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat desa Munduk Bestala. Tradisi ini mampu membangun interaksi social masyarakatnya dan sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat era revolusi industry untuk mengembangkan literasi humanistic. Tradisi ngaroangin mampu memberikan pembelajaran dalam mempertahankan hubungan interaksi sosial di masyarakat. Tradisi ini dilakukan saat anggota masayarakat Munduk Bestala mengalami kedukaan, para anggota masayarakat sekitar melalui tradisi ini secara otomatis mengambil peran dalam mempersiapan berbagai kebutuhan dalam upacara kematian. Untuk itu akan dilakukan kajian mengenai literasi humaistik dalam tradisi ngaroangin.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/337Sosiokultural Ekonomi Kreatif Melalui Aksara Bali2019-12-16T08:03:56+00:00Ida Ayu Putu Asti Pratiwiidaayuputuastipratiwi@gmail.comNi Kadek Ova Widyantariwidyantarinikadekova@yahoo.comI Nyoman Temon Astawatemonastawa@gmail.com<p>Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah di Negara Indonesia yang dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya, yaitu etnis Bali. Aksara Bali adalah salah satu kebudayaan Bali di Negara Indonesia yang dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya, yaitu etnis Bali. Aksara yang memiliki nilai estetika yang sangat tinggi. Pendekatan sosiokultural menjelaskan sebuah cara dimana masyarakat dan budayalingkungan mempengaruhi kelakuan. Dengan pengetahuan tersebut lingkungan budaya yang ada di Bali ini sangat berpegang teguh dengan nilai-nilai kearifan lokal. Bukan hanya masyarakat Bali yang berperan dalam melestarikan budaya, namun ada wisatawan asing yang memandang bahwa budaya Bali khususnya Aksara Bali dinilai sangat indah dan menarik. Ekonomi kreatif adalah sebuah konsep sosiokultural di era ekonomi baru yang penopang utamanya adalah informasi dan kreativitas, dimana ide dan pengetahuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor produksi yang utama dalam kegiatan ekonomi. Eksistensi Aksara Bali dalam perkembangan ekonomi kreatif yaitu berkembang dalam bidang (1) kerajinan yaitu dengan pengolahan daun lontar yang ditulis dengan aksara Bali serta Bali Grafi yang dilukis pada kanvas, (2) Fashion yaitu dengan memanfaatkan T-Shirt dan tato yang bertuliskan aksara Bali yang kreatif dan menarik.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/338Wariga, Kearifan Lokal Untuk Memupuk Kedisiplinan Anak Dalam Pendidikan Karakter2019-12-16T08:06:53+00:00Ni Komang Ari Pebriyaniulakan82@gmail.comI Nyoman Subagiasetyaningsih.subawa@gmail.com<p>Ajaran Wariga sejak dahulu sudah dikenal oleh para leluhur kita, baik di Indonesia maupun di India dan di Bali khususnya. Melalui ajaran Wariga masyarakat Bali dituntun mempergunakan waktu sebaik -baiknya, sebab hal ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia maupun yang lainnya. Waktu mempunyai pengaruh besar tehadap alam dan isinya.Etnopedagogi menjadi salah satu alternative pendekatan pembelajaran yang dapatdigunakan untuk mengembangkan rasa kedisiplinan anak dalam pendidikan karakter. Nilai- nilai kearifan lokal sebagai sumber belajar.Kearifan lokal masyarakat Bali sangat beragam dengan muatan makna dannilai edukatif sebagai basis penguatan identitas dan karakter.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/339“Matruna Nyoman” Di Desa Tenganan Pagringsingan Dalam Sudut Pandang Etnopedagogi2019-12-16T08:10:09+00:00Ni Kadek Mita Apriyantinghselasih@gmail.comNi Nengah Selasihnghselasih@gmail.com<p>Tradisi yang berkembang di Bali sangat kental dengan nilai-nilai budaya Bali yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu cukup banyak mengandung nilai-nilai karakter bangsa. Etnopedagogi memandang bahwa nilai-nilai budaya dalam kearifan lokal tersebut sangat baik dikembangkan dalam pengajaran dan pembelajaran. Nilai-nilai kearifan lokal sebagai sumber inovasi dalam bidang pendidikan berbasis budaya masyarakat lokal. Etnopedagogi yang memandang kearifan lokal sebagai sumber inovasi dalam Pendidikan menyebabkan harus adanya penggalian lebih lanjut.<em>“Tradisi Matruna Nyoman</em>”, di Desa Tenganan Pagringsingan, mengandung nilai-nilai, konsep dan muatan pendidikan berbasis etnopedagogi yang layak dieksplorasi, diinterpretasi, direvitalisasi dan dikembangkan sebagai konsep- dan model etnopedagogi dalam pendidikan maupun pembelajaran. Hal itulah yang perlu dipahami, serta digali lebih jauh, akhirnya direvitalisasi dan disampaikan kepada para anak didik dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, para guru bahasa Bali dapat ikut berperan dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/340Nilai Karakter Tanggung Jawab Dalam Permainan Tradisional Megandu2019-12-16T08:13:43+00:00Ni Made Ari Tresnawatiari_tresna90@ymail.comI Made Dwi Sutanegaramade.dwi.sutanegara@gmail.comKadek Aria Prima Dewi PFprimadewipf@ihdn.ac.id<p>Artikel ini menguraikan tentang permainan tradisional Bali sebagai salah satu sumber pembentukan karakter bangsa. Perubahan zaman yang begitu pesat mempengaruhi perubahan aktivitas bermain anak saat ini, yang lebih sering bermain permainan modern yang identik dengan penggunaan teknologi seperti video games dan games online. Akibatnya, permainan anak tradisional mulai terlupakan dan menjadi asing di kalangan anak-anak. Selain itu, tingkat kecanduan terhadap permainan modern pada anak juga tinggi sehingga berpengaruh pada kebiasaan dan perilaku anak. Tulisan ini akan lebih menyoroti permainan tradisional Megandu, sebab dalam permainan tradisional itu terdapat kandungan nilai karakter yang bermanfaat mendidik anak, salah satunya adalah karakter tanggung jawab. Nilai-nilai itu dapat mempengaruhi jiwa anak, dan jika dilakukan lebih serius dan terus menerus akan membentuk kepribadian atau karakter dari anak itu sendiri. Permainan tradisional Megandu dapat digunakan sebagai jembatan bagi pembentukan kepribadian atau karakter tanggung jawab pada anak</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/341Tradisi “Nyakan Diwang” Untuk Mempererat Tali Persaudaraan2019-12-16T08:17:19+00:00Putu Pertama Yasapertamay@gmail.comKetut Sidang Partayasapertamay@gmail.comI Nyoman Linggihpertamay@gmail.com<p>Artikel ini akan menguraikan tentang keberadaan Tradisi <em>Nyakan Diwang</em>sebagai salah satu gambaran akan kebersamaan mengikat tali persaudaraan di masyarakat yang semakin surut akibat individualisme dan interaksi sosial yang menurun. Dengan adanya artikel ini akan (1) mampu memberikan gambaran latar belakang masyarakat melaksanakan tradisi <em>Nyakan Diwang</em>, (2) Proses pelaksanaan tradisi <em>Nyakan Diwang</em>, (3) Dampak dari tradisi tersebut pada masyarakat serta usaha pelestarianya. <em>Nyakan Diwang</em> merupakan sebuah tradisi yang sangat kental di masyarakat Kecamatan Banjar yang masih eksis dilaksanakan sebagai wujud dari kebersamaan dan tali persaudaraan antar masyarakat. Tradisi tersebut dapat sebagai cerminan bagi masyarakat lain pada kehidupan sosial saat ini yang kebersamaan mereka menurun akibat pengaruh jaman dan lingkungan yang sangat pesat bahkan campur tangan teknologi yang menjamur segala informasi dalam genggaman seperti yang biasa disebut milenial 4.0 berbasis digital. Semua infromasi dan kebutuhan diri biasa diakses melalui satu alat dengan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Namun tentu diperlukan pemilahan dalam penggalian informasi tersebut agar mampu memberi dampak positif bagi masyarakat serta mampu mempertahankan kebudayaan masyarakat setempat dengan tidak terpengaruh pada kebudayaan yang bersifat merusak tradisi masyarakat Bali.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/342Peranan Seni Sastra Dalam Pengembangan Karakter: Kajian Cerita Ni Diah Tantri2019-12-16T08:20:02+00:00Ida Ayu Tary Puspaulakan82@gmail.com<p>Kesusastraan Bali pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu: kesusastraan Bali klasik dan kesusastraan Bali modern. Di Bali kesusastraan Bali klasik sangat dihargai oleh masyarakat sebagai benda pusaka yang tak ternilai harganya, sehingga mereka merasa perlu untuk memelihara dan menyelamatkan benda-benda tersebut. Salah satu kesuastran Bali yang banyak dibaca adalah Cerita Ni Diah Tantri. Pada cerita yang mengambil tokoh-tokoh binatang ini diperoleh nilai-nila pengembangan karakter dan sastra dapat dijadikan sesuluh dalam mengarungi kehidupan. Dengan demikian seni sastra memiliki peran dalam pengembangan karakter</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/343Peran Mitos Dalam Perkembangan Dunia Pendidikan2019-12-16T08:22:09+00:00Ni Wayan Sariani Binawatiwsbinawati@yahoo.com<p>Mitos dapat berperan sebagai model dalam perkembangan dunia pendidikan. Mitos salah satu bagian dari sastra lisan yang sudah dikenal oleh masyarakat. Mitos memberikan tuntunan bertindak, berperilaku yang selanjutnya berfungsi memberi makna dan nilai kehidupan. Sebab itu mitos selalu dikaitkan dengan kehidupan riil. Memahami mitos tidak semata-mata untuk memahami sejarah masa lalu, tetapi justru memahami mitos untuk memahami fenomena kehidupan masa kini.Masyarakat pun mempercayai bahwa berbagai berbagai bentuk sastra lisan terutama cerita, dongeng, mitos dan karya-karya sejenis dapat memberikan nilai pendidikan. Mitos merupakan sebuah kebenaran yang diyakini oleh masyarakat. Ia memberikan tuntunan dan kekuatan spiritual kepada masyarakat. Mitos dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran dalam dunia pendidikan.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/344Tirta Pawitra Dalam Homa Jnana Komunitas Bahung Tringan Bagi Peningkatan Kesadaran Manusia2019-12-16T08:24:21+00:00I Gede Suwantanagedesuwantana@gmail.com<p>Tirta Pawitra dalam Tradisi Nusantara bermakna air kehidupan untuk kebersihan jiwa dan raga. Konsep ini muncul dalam kisah Wararuci yang melegenda dan sarat makna kehidupan di Nusantara. Melalui kisah ini, inspirasi untuk meningkatkan mutu kehidupan setiap manusia dapat digali. Dalam konteks kontemporer, konsep Tirta Pawitra ini juga digunakan di dalam Komunitas Bahung Tringan, Bebandem, Karangasem. Karya ini secara deskriptif mendeskrispsikan Prinsip Tirta Pawitra di dalam pelaksanaan Homa Jnana pada Komunitas Bahung Tringan. Pada saat pelaksanaan inti Homa Jnana, Tirta Pawitra ini muncul dari inti empat jenis api, yakni api Pertiwi, Api Akasa, Api Jnana dan Api Sekala. Sesaat setelah keempat api itu disatukan di dalam proses ketajaman pikiran, Tirta Pawitra tersebut hadir. Kemudian, Tirta tersebut bisa disebarkan ke lingkungan sekitar dan bisa diunakan pula untuk tujuan spesifik. Penyebaran Tirta ini ke lingkungan sekitar befungsi untuk membersihkan lingkungan dari pengaruh vibrasi buruk yang tercipta dari pikiran-pikiran negatif. Tirta ini juga bisa digunakan untuk penyembuhan penyakit, baik fisik maupun psikis, medis atau non medis. Juga Tirta ini bisa digunakan untuk menyebarkan vibrasi positif untuk mempengaruhi emosi dan cara berpikir orang. </p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/345Sistem Kerja Tubuh Manusia Dalam Lontar Brahmma Murug Kajian Ilmu Fisiologi Manusia2019-12-16T08:26:57+00:00Made Sri Putri Purnamawatiulakan82@gmail.comNyoman Adiputraulakan82@gmail.com<p>Struktur tubuh manusia dalam Lontar Tutur Brahma Murug adalah sebagai media bersemayamnya sang hyang Atma lontar tentang kelepasan dengan paham Sivaistik Rumusan masalah yang dikemukan adalah masalah mengenai ajaran Sivaistik. Struktur tubuh manusia dan hubungan tubuh manusia dan atman.Disetiap mahluk hidup, maka Atmanlah sumber hidupnya, sedangkan citta dan stula sarira adalah alat untuk hidupnya“ak dapat dibunuh. Hubungan atman dengan Tuhan adalah Tuhan yg terkurung dalam tiap mahluk. Atman luput dari Wisaya (keadaan lahir, hidup, mati, sakit). Jiwa sebagai sakti dari Atman, dapat kena wisaya / indriya, seperti memfitnah, mencaci dan sebagainya. Dapat ditekan oleh angga seperti sakit, merana, duka. Aham brahma asmi: aku adalah Brahman, Brahman atman aikyam: Brahman dan atman itu tunggal. Percikan Brahman (Tuhan) yang terpisah. Perpisahan disebabkan oleh sifat Awidya (tidak tahu), Karena awidya orang mudah terpengaruh oleh maya/bayangan khayal yang menyebabkan kesenangan. Kebebasan manusia dari duniawi menyatu dengan Tuhan bahwa mencapai kalepasan dalam teks Tutur Brahma Murug dijelaskan dengan Yoga mencapai kebebasan yang tertinggi yaitu memusatkan pikiran untuk mencapai kebebasan spiritual menuju Tuhan, menghindari dari reinkarnasi.Perpaduan atman dengan raga menyebabkan manusia hidup yang juga disebut Jiwaraga. Kebebasan manusia dari duniawi menyatu dengan Tuhan bahwa mencapai kalepasan dalam teks Tutur Brahma Murug kebebasan yang tertinggi yaitu memusatkan pikiran untuk mencapai kebebasan spiritual menuju Tuhan, menghindari dari reinkarnasi</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0 http://proceedings.penerbit.org/index.php/PN/article/view/346Memberdayakan Penggunaan Bahasa Daerah Melalui Budaya Literasi Digital2019-12-16T08:29:05+00:00I Gusti Made Widya Senaulakan82@gmail.com<p>Hingga saat ini peran bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia di bumi. Selain digunakan sebagai media pengantar komunikasi sosial dan kontrol sosial, bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengekspresikan diri. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat sebagai alat untuk komunikasi, sosialisasi dan pemersatu bangsa. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah bahasa daerah terbanyak di dunia. Menurut situs wikipedia.org, Indonesia memiliki 748 bahasa daerah yang sebagian besar masyarakat menggunakannya sebagai bahasa Ibu. Semakin ke arah timur maka jumlah bahasa daerahnya akan semakin banyak. Ini mengapa Indonesia adalah negara yang kaya tidak hanya diukur dari kekayaan sumber daya alamnya saja melainkan juga kekayaan ragam bahasa dan tradisi yang berbalut indah dalam negara kesatuan.</p> <p>Pulau Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki bahasa Bali yang hingga kini masih eksis dalam penggunaan komunikasi sosial didalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja peran bahasa Bali sebagai bahasa ibu perlahan-lahan mulai ditinggalkan dan digantikan oleh bahasa dan budaya modern yang menjadikan bahasa Bali dan bahasa daerah lainnya mengalami penurunan penggunaannya dari hari ke hari. Kondisi ini sangat ironis karena perlahan tapi pasti penggunaan bahasa dan budaya modern sudah terlihat di hampir setiap kehidupan lapisan masyarakat. Dulu, mulai dari muda hingga tua masyarakat Bali bangga menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi sosial, kini yang terjadi malah kelihatan sebaliknya masyarakat tampaknya lebih senang berlomba-lomba menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar komunikasi sosial dan alat ekspresi dirinya.</p> <p>Rasa kepemilikan dan kebanggaan yang diperoleh dengan menggunakan bahasa ibu telah tergantikan dengan rasa penghargaan dari lingkungan sekitar dengan menggunakan bahasa asing, ini tentunya akan sangat berdampak pada kurang minatnya masyarakat dan generasi penerus terhadap penggunaan berbagai bahasa daerah yang suatu saat pelestarian bahasa daerah akan tinggal menjadi sebuah kenangan dan angan-angan belaka. Bahasa daerah dan teknologi informasi harus dipandang sebagai dua unsur utama yang bersinergi, mutualisme dan saling mendukung antara satu dengan lainnya dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu kearifan lokal yang terkandung dalam bahasa daerah akan memberi manfaat sebagai jiwa teknologi dan teknologi akan menguatkan peran bahasa dalam persaingan global. Untuk itulah upaya pelestarian bahasa daerah melalui penggunaan media teknologi dan informasi dapat dikedepankan sebagai langkah awal dalam memberdayakan bahasa daerah demi terwujudnya komunikasi yang efektif, kreatif dan mampu memberikan <em>feedback</em> yang cepat demi terciptanya kehidupan yang harmonis.</p>2019-12-01T00:00:00+00:00Copyright (c) 0